Mengembalikan Vitalitas Monas
Oleh: Rifandi S. Nugroho | Rabu, 20 Februari 2019
Wacana penataan dan revitalisasi kawasan bersejarah Monumen Nasional mulai hangat dibahas di awal dekade 1990-an, sebagai respon atas peningkatan aktivitas dan mobilitas kawasan. Beragam upaya teknis-formal telah dilakukan oleh pemerintah lintas generasi, mulai dari penataan area parkir, penataan dan pembinaan pedagang kaki lima, rekayasa lalu lintas, dan penambahan fitur-fitur rekreasi baru (taman rusa, air mancur, sarana olahraga, dan lain-lain). Pada Desember 2018, Unit Pengelola Kawasan Monumen Nasional Provinsi DKI Jakarta menggelar sayembara terbuka untuk Desain Penataan Tapak Kawasan Medan Merdeka dan Desain Interior Tugu Nasional guna menjawab kebutuhan-kebutuhan sesuai konteks kawasan hari ini.
Kriteria kualitatif yang diminta oleh penyelenggara adalah desain yang mampu menjaga nilai sejarah, budaya, dan filosofi bangsa yang melekat pada Monumen Nasional sekaligus tanggap terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan fungsi-fungsi baru. Batasan sayembara penataan tapak kawasan mencakup seluruh area Medan Merdeka beserta kawasan penyangganya, meliputi tata lansekap kawasan, tata ruang bawah tanah untuk fungsi pendungkung, pagar batas kawasan, area penyampaian pendapat, zona kenegaraan, fasilitas terintegrasi dengan transportasi publik, dan aktivasi sumbu-sumbu jalan yang terhubung dengan Medan Merdeka di keempat penjuru mata angin. Sedangkan sayembara desain interior fokus pada ruang dalam bangunan Tugu Nasional, meliputi area Museum Sejarah Nasional, ruang kemerdekaan, pelataran bawah cawan, pelataran cawan, dan pelataran puncak, memungkinkan penerapan teknologi baru untuk mengkomunikasikan pesan sejarah yang ada di dalam bangunan Tugu Nasional agar lebih informatif.
Dari dua puluh enam tim yang memasukan karya akhirnya dipilih tiga pemenang dari masing-masing kategori. Untuk kategori Desain Penataan Tapak Kawasan Monumen Nasional, pemenang pertama adalah tim yang diketuai oleh Nelly Lolita dengan karya yang berjudul “Labuan Nusantara”, disusul tim Achmad Tardiyana dengan judul karya “Punarbhawa”, dan karya “Palimsest, Menjalin Untaian Masa” di posisi ketiga yang diketuai oleh Gregorius Supie Yolodi. Sedangkan pada kategori Desain Interior Tugu Nasional, juara satu diraih oleh tim yang diketuai oleh Mei Mumpuni dengan karya “Kibar Kelana Indonesia”, diikuti “Axis Mundi” karya tim yang diketuai oleh Maria Rosantina, dan posisi ketiga diraih oleh tim atas nama Yudhistira. Dewan Juri yang terlibat dalam pemilihan karya tersebut adalah Prof. M.Danisworo, Soeroso, Bambang Eryudhawan, Prof. Gunawan Tjahjono, dan Bintang A. Nugroho, Drs. Gatot Gautama MA, Rusdy Husein, Wagiono, dan Lea Aziz.
Sayembara Monumen Nasional ini adalah sayembara yang ketiga kali sejak pertama kali proyek ini digagas oleh Sukarno pada tahun 1954. Sebelumnya, Sukarno pernah menggelar dua kali sayembara untuk Monumen Nasional di tahun 1955 dan 1960, namun tidak menemukan karya yang sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Eksplorasi gagasan yang disumbangkan banyak arsitek berakhir dengan penunjukan F. Silaban dan Soedarsono untuk merancang bersama di bawah arahan langsung Sukarno. Silaban sempat menolak dengan keras ide untuk merancang bersama hingga akhirnya penugasan ini diselesaikan secara individual. Akhirnya, pilihan jatuh kepada gagasan Soedarsono dan dikembangkan dengan arahan langsung presiden Sukarno. Proyek ambisius itu baru selesai terbangun pada tahun 1975, di era kepemimpinan Suharto.
Melalui arsip sayembara, kita bisa melihat ragam gagasan arsitek-arsitek yang menyumbangkan karyanya untuk menghidupan kembali kawasan simbol pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Arsip ini merupakan koleksi panel beberapa finalis Sayembara Desain Rencana Penataan Tapak Kawasan Medan Merdeka dan Sayembara Desain Interior yang disajikan di Balai Kota Jakarta pada awal Februari 2019 lalu, serta Kerangka Acuan Kerja Sayembara Desain Penataan Tapak Kawasan Monumen Nasional dan Sayembara Desain Interior Tugu Nasional.